Rasis, Primordialis, atau sejenisnya... akankah Tetap Ada?

Seiring kehidupan manusia tersebut beranjak dewasa, tentulah dia tidak akan bisa melepaskan simbol/karakter bangsa, suku, agama dan status sosial yang telah melekat pada dirinya saat terlahir, ditambah lagi dengan legalisasi harus memiliki sebuah sertifikasi pengakuan dari berbagai instansi, mulai dari akte lahir sampai dengan passport jika akan meninggalkan negaranya.
Soalan ini bukanlah sebuah masalah bagi seseorang, manakala dia bisa melakukan aktifitas bebas merdeka sesuai ketentuan aturan yang berlaku, namun yang menjadi masalah jika orang-orang lain yang membuat aturan yang tidak tertulis dengan beragam alasan dan dibakukan dengan istilah "sebagai sebuah kebiasaan", "sudah seharusnya" atau "memang begitu sejak dulu".
Sebut saja sebuah contoh, saya sebagai manusia yang terlahir "sebagai perempuan" dari "negara A agama B suku C dan status sosial D" seringkali mendapatkan perlakuan-perlakuan yang berbeda dengan teman yang "sebagai Laki-laki/perempuan" dari "negara V, agama W suku Y dan status sosial Z". Semakin banyak variasi yang dimiliki dalam diri dan berbeda dengan komunitas sekitar, akan semakin termarjinalkan (tergeser). Saya tidak perlu menguraikan ragam variasi yang ada, namun realita keseharian sudah sangat terbaca jelas dengan munculnya beragam komunitas yang ada pada sebuah pemilihan di segala lini, apakah itu dalam ranah politik, pemerintahan ataupun dalam ranah akademik.
Coba tengoklah sekejap dimana diri kita berada... apakah kita memiliki indikasi Rasis, Primordialis atau apa saja sejenisnya? Jika ada, apakah itu sebuah hal normal, wajar atau bahkan sebuah keharusan yang sunnatullah?
Jadi ingat sebuah hukum alam (sunnatullah) yang mengatakan bahwa, "dimana ada perbedaan kecepatan pasti akan timbul tegangan (geser)..."
Makassar, 24 Mei 2014
(re posted - May 24, 2014 at 6:24pm)
Komentar
Posting Komentar