THR ooh THR...

Alhamdulillah, untuk saya pribadi belumlah sampai harus bersedih bila tanpa ada THR tsb, namun yang membuat sedih bila melihat sodara atawapun teman yang menurut saya sangat tidak adil memberlakukan aturan baru tersebut.
Sebut saja seorang teman dosen yang juga sementara bersekolah (TB) di rantau (Dalam Negeri, DN) mempunyai anak 6 org dengan istri yang bekerja sebagai pengurus/ sukarelawan panti asuhan (PA). Selama sang bapak TB, bila bulan Ramadhan, anak2nya rajin ikutan ramai ber "bukber" ria bersama anak2 PA di setiap ada undangan Bukber. Saya pernah bertemu dgn mereka (anak2nya) di salah satu acara Bukber dan bertanya, "mengapa ikut mereka?", "spy bs beli baju lebaran" jawab mereka, ternyata mereka bisa membeli pakaian untuk hari lebaran dengan mengumpulkan "ampaw" yang diperoleh di setiap acara tsb... :(
Terharu, bangeet... Katanya anak dosen, tapi beli pakaian lebaran sj anak2nya harus berinisiatif seperti itu? Mana THR dari kampus? yaah, katanya... selama TB istrinya hanya bs bersabar mendengar bila tetangganya bercerita sdh dpt amplop THR. Mungkin bagi kebanyakan orang yang berpunya, nilai THR itu tidaklah seberapa bahkan cuman se ecek2 doang.. namun bagi sebagian besar orang dengan kondisi ekonomi pas-pasan bahkan jika dikatakan ekonomi sangat-sangat berkekurangan, THR merupakan berkah yang besar dan berlimpah... jumlah nominalnya sudah tdk mampu dilirik tapi manfaatnya sudah jelas akan terbayang dalam bentuk seperti apa nantinya...
Ternyata bagi beberapa pimpinan kampus, seorang dosen yang sementara Tugas Belajar diasumsikan sebagai orang yang terpidana yang terpinggirkan dan harus dibebas tugaskan dari hak-haknya... ^_^
Semoga Allah tetap memberikan kesabaran dan semangat bagi teman2 dosen yang sementara Tugas Belajar di kampung dan negeri orang... DIA selalu bersama orang-orang yang bersabar... aamiin
Depok, 31 Juli 2013
=====
sumber gambar: google.images
July 31, 2013 at 4:52am
Komentar
Posting Komentar